Baca Juga: Asal Usul Paguyangan Kabupaten Brebes, Benarkah Punya Sumber Mata Air yang Punya Kekuatan Spiritual?
Atas dasar musywarah warga hari itu juga, Kiai Maliu diangkat menjadi petinggi dan kemudian dikenal sebagai Kiai Ageng Maliu Petinggi Banjar.
Kiai Ageng Maliu terkenal sebagai pemimpin yang memiliki rasa asah, asih, dan asuh sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Penduduk Desa Banjar sangat giat dalam bekerja disawah-sawah. Tidak heran kalau rakyatnya hidup makmur dalam hal sandang, pangan, dan papan.
Di bawah kepemimpinannya desa Banjar berhasil menjadi desa mandiri dan berswasemabada pangan. Bahkan, Desa Banjar pada saat itu sempat menjadi lumbung padi untuk daerah-daerah di sekitarnya.
Kehidupan beragama juga tumbuh dengan subur dan menjiwai segenap aspek kehidupan rakyatnya. Masjid selain digunakan sebagai tempat ibadah salat juga digunakan untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan desa. Muali dari menentukan kapan waktu yang cocok untuk menanam padi, perawatan, dan memanen. Semuanya dikerjakan dengan gotong-royong dan penuh rasa kekeluargaan.
Tidak heran kalau pada waktu itu Desa Banjar terkenal hingga luar daerah dan mengundang perhatian para ulama besar yang sedang melaksanakan dakwah Islam.
Suatu hari, datanglah tiga orang tamu ke pondok Kiai Ageng Maliu.
"Wa'alaikumsalam...." Kiai Ageng Maliu menjawab salam tamunya seraya menuju ke pintu. Dilihatnya tiga orang tamu yang dipastikan bukan berasal dari daerah Banjar. Cara berpakaian dan tutur katanya setidaknya bisa dijadikan alasan.