Peringati Tsunami Aceh, Warga Kibarkan Bendera Setengah Tiang dan Nelayan Dilarang Melaut

- 26 Desember 2020, 11:29 WIB
Sebuah kapal terseret gelombang hingga terdampar di di depan Hotel Medan yang berjarak belasan kilometer dari pesiri pantai seperti terlihat  pada 20 Januari 2005/Dok. Marsis Santoso/Portal Brebes
Sebuah kapal terseret gelombang hingga terdampar di di depan Hotel Medan yang berjarak belasan kilometer dari pesiri pantai seperti terlihat pada 20 Januari 2005/Dok. Marsis Santoso/Portal Brebes /

PORTAL BREBES - Memperingati 16 tahun bencana tsunami Aceh, para nelayan di provinsi tersebut dilarang melaut pada Sabtu, 26 Desember 2020 sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB.

Keharusan untuk tidak melaut saat peringatan tsunami itu telah berlangsung bebearapa tahun terakhir sejak bencana tsunami aceh terjadi 26 Desember 2004 atau 16 tahun silam.

Pihak lembaga panglima laot menyebutkan akan memberikan sanksi adat kepada nelayan jika mereka ada yang melaut saat peringatan 16 tahun bencana tsunami pada 26 Desember 2020.

Bahkan kalau sampai melanggar, nelayan yang nekad melaut akan dikenakan sangsi adat berupa ditahannya kapal selama dua hari atam maksimal tujuh hari dan semua hasil tangkapan disita. Hal itu sebagaimana dikemukakan Panglima Laot Lhok Krueng Aceh, Tabrani Sulaiman di Banda Aceh.

Baca Juga: Jepang Kembangkan Energi Terbarukan, Kurangi Energi Berbahan Fosil dan Baru Bara

Tabrani Sulaiman juga mengimbau kepada para nelayan, pedagang ikan grosir, pedagang kios dan pedagang es agar tidak melakukan aktivitas selama sehari penuh pada tanggal 26 Desember 2020 terhitung mulai dari pukul 06.00 sampai 19.00 WIB dalam wilayah pelabuhan perikanan samudra Lampulo.

"Keputusan larangan melaut dibuat mengingat banyaknya nelayan dan masyarakat pesisir yang menjadi korban saat tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, terutama dari kalangan nelayan dan masyarakat pesisir. Maka sudah sepatutnya bagi nelayan Aceh untuk mengenang hari duka ini dengan zikir dan doa bersama" Kata Hasan, nelayan di Lampulo seperti dikutip PortalBrebes.Com dari Antara, Sabtu 26 Desember 2020.

Selain melarang nelayan melaut, masyarakat juga diminta untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada hari peringatan refleksi 16 tahun tsunami dimulai pada tanggal 25 sampai 27 Desember 2020. Hal itu sebagaimana tertuang dalam surat edaran Gubernur Aceh Nomor 360/18310, tanggal 14 Desember 2020.

Peristiwa tsunami Aceh merupakan bencana alam yang sangat dahsyat. Hari ini tepat 16 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, pesisir Aceh disapu gelombang tsunami dahsyat pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.

Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah. Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.

Baca Juga: Pria Bersepeda Aceh - Majalengka Mengundang Perhatian Publik

Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya, sungguh kuat.

Bencana tsunami datang tiba-tiba. Didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.

Belasan truk pengangkut bantuan warga Jawa Barat yang dihimpun Harian Pikiran Rakyat - Bandung diangkut melalui jalur darat./Dok . Enday Sudiyat/Pikiran-Rakyat
Belasan truk pengangkut bantuan warga Jawa Barat yang dihimpun Harian Pikiran Rakyat - Bandung diangkut melalui jalur darat./Dok . Enday Sudiyat/Pikiran-Rakyat

Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan. Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Bencana kemanusiaan terbesar Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Dan sejak saat itu, bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat. Termasuk pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana.

Jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

Ternyata, gempa dan tsunami di Minggu 26 Desember 2004 pagi tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Sejumlah wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand juga terdampak.

Baca Juga: Manchaster City Diserang Covid-19, Jesus dan Kyle Walker Positif

Di Aceh, yang terhantam sangat dahsyat dalam peristiwa tersebut memutuskan semua jaringan listrik juga komunikasi. Awalnya ditemukan ratusan orang ditemukan sudah dalam kondisi meninggal. Sementara yang masih selamat pun kehilangan tempat tinggal. Jumlahnya bukan hanya ratusan, tapi ratusan ribu dan harus hidup di lokasi pengungsian.***

Editor: Marsis Santoso

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah