Asal-usul dan Mitos Pancuran Air Panas Objek Wisata Guci Tegal

- 11 Februari 2023, 00:46 WIB
Pancuran 13 adalah salah satu wisata favorit di Guci, Tegal.
Pancuran 13 adalah salah satu wisata favorit di Guci, Tegal. /Instagram @dolantegal

PORTAL BREBES - Asal-usul dan mitos pancuran pemandian air panas objek wisata Guci Tegal ini, berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Selain syiar agama Islam, konon gua sumber air panas di tempat tersebut merupakan daerah kekuasaan dari dayang Nyai Roro Kidul yang bernama Nyi Rantam Sari. Dia memiliki wujud atau sosok seperti naga dan bertugas menjaga daerah utara Gunung Slamet.

Sedangkan Guci ini adalah nama sebuah objek wisata yang berada di Desa Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tempat wisata air panas ini dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membuat wajah awet muda.

Tempat wisata pancuran pemandian air panas ini terletak di bagian utara kaki Gunung Slamet, yaitu di ketinggian sekitar 1050 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas 210 hektare.

Baca Juga: Asal Usul 'Tirus', Sebutan Blok Perlintasan KA di Jalan Kapten Sudibyo Kota Tegal

Jika dari Slawi, pemandian air panas ini berjarak sekitar 30 kilometer. Dan jika dari Kota Tegal jaraknya sekitar 40 kilometer.

Asal-usul dan sejarah objek wisata Guci ini sangat erat kaitannya dengan kisah Raden Aryo Wiryo. Dia adalah seorang bangsawan dari Keraton Demak Bintoro yang menjadi utusan dari Keraton Mataram untuk berangkat ke Cirebon.

Dikisahkan, asal usul nama Guci itu bermula dari konflik perang saudara dan perebutan Tahta. Yaitu diantara sesama saudara dalam lingkup Keraton Demak Bintoro.

Karena keadaan itulah yang akhirnya membuat Raden Aryo Wiryo merasa jenuh dengan keadaan dan kehidupan yang ada di Keraton.

Kemudian Raden Aryo Wiryo memutuskan untuk meninggalkan Keraton dengan mengajak istrinya. Beberapa tahun kemudian, Raden Aryo Wiryo ini sempat mengabdi di Keraton Mataram yaitu pada zaman kejayaan Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Baca Juga: Sejarah dan Asal Usul Kelurahan Slerok di Kota Tegal, Jika Tahu Kisahnya Pasti Akan Tertawa

Dan saat pengabdiannya itu, Raden Aryo Wiryo ini ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke Cirebon. Kemudian Ia pun mengembara hingga sampai di bagian utara lereng Gunung Slamet. Hingga akhirnya, Raden Aryo Wiryo menetap di daerah tersebut.

Raden Aryo Wiryo ini adalah orang pertama yang membuka lahan perkampungan di tempat itu. Kemudian banyak orang yang berdatangan ke tempat tersebut untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo. Dan akhirnya mereka pun menetap di daerah itu.

Raden Aryo Wiryo memberi nama tempat tersebut dengan nama Kampung Keputihan. Artinya, daerah yang masih asli dan belum terjamah oleh peradaban agama selain agama Islam.

Suatu ketika, Kampung Keputihan itu didatangi oleh pengembara dari Pesantren Gunung Jati yaitu bernama Kyai Elang Sutajaya. Dia merupakan santri dari Syekh Syarif Hidayatullah yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Asal Usul Permainan Congklak, Anak-Anak Zaman Digital Nyaris Tak Mengenalnya

Kyai Elang Sutajaya ini bermaksud hendak menyebarkan agama Islam. Kemudian Raden Aryo Wiryo dan para pengikutnya itu pun berkenan untuk mendalami ajaran agama Islam dari Kyai Elang Sutajaya.

Singkat cerita, pada suatu saat Kampung Keputihan itu dilanda pagebluk seperti banyak tanah longsor dan juga penyakit gatal-gatal atau gudigan.

Kala itu, Kyai Elang Sutajaya langsung mengajak Raden Aryo Wiryo dan semua para warga Kampung Keputihan untuk berdoa kepada Allah SWT.

Mereka melakukan ritual yang sekarang dikenal dengan ruwat bumi. Ritulai itu dilakukan dengan cara menyembelih Kambing Kendit dan menyajikan berbagai hasil bumi seperti palawija dan sayur-mayur.

Ritual itu bermaksud untuk memberikan rezeki yang kita punya yang nantinya akan disedekahkan kepada para fakir miskin. Ritual tersebut biasanya dilakukan pada bulan Asyura atau bulan Muharram.

Baca Juga: Asal- Usul dan Sejarah Kecamatan Pancoran Versi Cerita Rakyat Betawi

Hingga akhirnya, ritual itu turun temurun sampai saat ini. Di lain waktu, pada saat warga Kampung Keputihan sedang berdoa, tiba-tiba Kanjeng Sunan Gunung Jati hadir secara gaib. Kala itu, Sunan Gunung Jati memberikan sebuah Guci Sakti kepada Kyai Elang Sutajaya dan Raden Aryo Wiryo.

Guci Sakti itu sudah diisi dengan doa oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati agar penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal-gatal segera meminum air Guci tersebut.

Kemudian di setiap pojok-pojok Kampung Keputihan supaya dipercikan Air Guci tersebut. Tujuannya untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam.

Sejak itulah, masyarakat selalu menyebut dengan sebutan Guci. Sehingga Kyai Klitik atau Raden Mas Aryo Wiryo selaku Kepala Desa Keputihan kemudian merubah nama desa tersebut menjadi Desa Guci.

Dan Guci Sakti peninggalan Kyai Elang Sutajaya itu sekarang berada di Museum Nasional. Karena pada saat pemerintahan Adipati Brebes yaitu Raden Cakraningrat, ia membawanya ke museum.

Baca Juga: Ini Dia! Asal Usul Batu Kuwung, Legenda dari Banten yang Kini Jadi Tempat Wisata Populer

Hingga kini, sudah menjadi tradisi penduduk Guci dan sekitarnya bahkan dari luar daerah, biasanya setelah para penduduk berziarah ke makam Wali Songo khususnya Sunan Gunung Jati sebagai pelengkap terakhir, mereka akan mandi di pemandian air panas Guci.

Tujuannya agar memperoleh berkat kesehatan dan penyembuhan dari segala penyakit. Saat ini, sumber air panas Guci itu telah dikembangkan menjadi tempat wisata.

Menurut mitos yang beredar di masyarakat, selama ratusan tahun air panas Guci ini adalah air yang diberikan oleh salah satu Wali Songo. Dia memberikannya kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah yaitu bagian barat di sekitar Tegal.

Karena air itu ditempatkan di sebuah Guci dan berkhasiat mendatangkan berkat, maka akhirnya masyarakat pun menyebut lokasi pemberian air itu dengan sebutan Guci.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Ngopi Populer di Kota Tegal, Nomor 3 Paling Digemari Anak Muda

Akan tetapi, karena air pemberian seorang wali itu sangat terbatas, kemudian pada malam Jumat Kliwon salah seorang Sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah dan setelah tongkatnya itu dicabut dengan atas izin Allah akhirnya menyemburlah sebuah air panas yang jernih tanpa belerang.

Hingga saat ini, air panas yang penuh rahmat itu, didatangi banyak orang setiap malam Jumat Kliwon. Mereka datang untuk mandi di pancuran dengan tujuan bisa mendapatkan keberkahan dan kesembuhan penyakit.

Masyarakat di sekitar objek wisata mempercayai bahwa air panas pancuran Guci bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Itulah sekilas asal usul pancuran pemandian air panas Guci. Sumber artikel ini berasal dari channel YouTube Tualang Brebes.***

Editor: Dewi Prima Mayasari

Sumber: YouTube Tualang Brebes


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x