Jaringan Masyarakat Sipil Kecam Indikasi Pemaksaan Pemakaian Jilbab di Sekolah Negeri

- 1 Agustus 2022, 19:56 WIB
ilustrasi depresi
ilustrasi depresi /pixabay/yohana indriani
 
PORTAL BREBES - Jaringan masyarakat sipil (JMS) yang fokus pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan  mengecam dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banguntapan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang membuat siswa depresi. 
 
Peristiwa itu bermula dari guru bimbingan konseling, wali kelas, dan guru agama yang memaksa siswa itu memakai jilbab di ruangan guru BK pada Selasa pagi, 26 Juli 2022. Guru BK tersebut memakaikan jilbab ke siswa saat menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah. 
 
Setelah itu, siswa tersebut mengurung diri dan menangis di toilet selama satu jam. Kini, siswa itu depresi, lebih banyak mengurung diri di kamar, dan tidak mau ke sekolah. 
 
Dugaan pemaksaan pemakaian jilbab untuk siswa baru terjadi di semua tingkatan sekolah.
 
Pada 2017, Sekolah Menengah Pertama 7 dan SMPN 11 mengeluarkan surat edaran yang isinya mengharuskan siswi Muslim mengenakan jilbab dalam penerimaan siswa siswi baru. Tapi, mereka berdalih pemakaian jilbab itu hanya imbauan. 
 
Pemaksaan pemakaian jilbab di Sekolah Dasar Negeri Karangtengah III Kabupaten Gunung Kidul terjadi pada 2019.
 
Sekolah tersebut mengeluarkan surat edaran yang berisi kewajiban siswa kelas I mengenakan seragam Muslim untuk tahun pelajaran 2019/2020.
 
Setelah mendapatkan protes dari masyarakat dan ditangani Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY, surat edaran SD Negeri tersebut dicabut. 
 
Terulangnya peristiwa tersebut menggambarkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tidak serius menangani praktek intoleransi di sekolah.
 
 
JMS mendesak Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta membuat aturan tegas tentang larangan pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri dan menerapkan sanksi yang berat bagi sekolah negeri yang terbukti memaksa siswanya memakai jilbab.
 
JMS juga meminta dinas terkait menyediakan layanan pendampingan psikologi hingga pulih untuk siswa karena mengalami depresi. 
 
Menghentikan kontrol tubuh para siswa (khususnya perempuan) dengan dalih apapun, termasuk dalih  memperkuat  moralitas, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan  para siswa di sekolah-sekolah negeri.
 
 
Mendorong sekolah ramah anak dan menghargai prinsip keberagaman dan inklusivitas.
 
Serta meminta Balai Pendidikan Menengah untuk melakukan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap pegawai/guru sekolah  yang melakukan pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah negeri
 
JMS mengecam pemaksaan berjilbab di sekolah-sekolah negeri  karena bertentangan dengan kedaulatan perempuan atas pikiran, tubuh, ruang gerak, ekspresi dan keyakinan beragama yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E dan pasal 29, Piagam Deklarasi HAM, Deklarasi HAM 1948, ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), dan CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Against Women).
 
Jaringan Masyakat Sipil  terdiri dari Youth, Interfaith, and Peace (YIP) Center, Solidaritas Perempuan Kinasih, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS),Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta (AJI Yogyakarta), Yusnita Ike Christanti, Seknas Jaringan Gusdurian, Koalisi Lintas Isu DIY, Kulon Progo Bergerak, Jaringan Inklusi Kulon Progo  (Jarik Rogo), Komunitas Dialog Damai (KDD), Komunitas Gusdurian Yogyakarta, Perkumpulan Pengembang Pendidikan Interreligius (PaPPIrus).***

Editor: Dewi Prima Mayasari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x