Kamu Perlu Tahu! Begini Sejarah Desa Pidodowetan Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal

3 April 2023, 09:45 WIB
asal usul Desa Pidodowetan Kabupaten Kendal /

PORTAL BREBES – Begini ringkasan sejarah Desa Pidodowetan berdiri yakni sebuah salah satu desa di Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

Dilansir dari laman Pemdes Widodowetan, sejarah Desa Pidodowetan berasal dengan nama asli desa tersebut adalah Desa Widodol yang berada di wilayah Ujung Korowelang.

Pada tahun 1209 Masehi lahirlah seorang yang bernama Senthongdiradja bin Karta dari wilayah alas purwo.

Baca Juga: Begini Sejarah Desa Sukomulyo Kendal, Sebuah Desa di Kecamatan Kaliwungu Selatan

Kemudian setelah remaja diutus untuk bubak alas diwilayah pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di wilayah Jawa Tengah, Kabupaten Kendal ( dari Tuguredjo, Kaliwungu, Kendal, Weleri sampai Plelen, Limpung Batang ).

Diwilayah Ujung Korowelang beliau bubak alas yang pertama dan membangun rumah tinggal.

Adapun rumah yang ditempati waktu itu adalah di dekat Kali Bodri ( sekarang adalah  masuk wilayah Desa Kaliayu Kecamatan Cepiring tepatnya disebelah Makam Desa Kaliayu ).

Baca Juga: Begini Sejarah Asal Usul Desa Bulu Kecamatan Petarukan Pemalang, Adanya Pohon Bulu yang Dianggap Kramat

Saat itulah mulai bubak alas dari Cepiring ke utara meluas ke arah timur sampai Kendal, Brangsong, Kaliwungu sampai Tugu perbatasan Semarang dan kearah barat Weleri sampai Gringsing, Plelen, limpung batang.

Pada Tahun 1319 M, Zaman itu adalah masa kekuasaan penjajahan Belanda sehingga dalam perluasan wilayah ujung Korowelang selalu berlawanan dengan Pemerintahan Belanda.

Kemudian, Eyang Senthongdiradja adalah seorang yang menentang Penjajah Belanda dan seorang perampok penjajah belanda, seorang begal dan pembunuh yang ditakuti bila ada tentara Penjajah memasuki wilayah kekuasaannya.

Baca Juga: Ringkasan Sejarah Desa Trimulyo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal, Berasal Dari Nama Tri dan Mulyo

Kemudian berkembangnya wilayah bubak alas dari Tuguredjo, Kaliwungu, Kendal, Cepiring, Korowelang, Weleri, Plelen, Limpung Batang.

Setiap wilayah bubak wilayah beliau menugaskan masing-masing pengikutnya untuk menjaga wilayah perbatasanya masing-masing.

Diwilayah Kaliayu diserahkan anaknya yang bernama Ali Mudro, Wilayah Cepiring diserahkan Nyai Piring, diwilayah Korowelangkulon diserahkan Ali Syahbanar dan diteruskan oleh Eyang Sentono.

Diwilayah Plelen di jaga oleh Eyang Plelen, Pangeran Sambong dan sekarang yang diwilayah Gringsing, Limpung yang merupakan tempat peristirahatan Eyang Senthongdirodjo berbentuk Batu Ceper atau Batu Lempeng yang berada di Tengah Kali untuk tempat tidur dan sampai sekarang masih ada batu sebagaimana dimaksud  dekat dengan makam Mbah Demang.

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, Ketika Sunan Ngundung Temukan Pusaka Mojopahit

Eyang Senthongdirodjo mempunyai pusaka andalannya berupa Tombak yang bernama Tombak Korowelang yang dibuat oleh Empu Supo, Pusaka Kendali Rangah dan Genthong Kudus.

Eyang Senthongdirodjo adalah seorang pembuat kendali rangah beserta pengikutnya dan dalam pembuatan kendali rangah tersebut dibuat dibawah pohon yang rindang didaerah Korowelangkulon sehingga banyak orang pesan kendalirangah disitu.

Sehingga Kendali Rangah dan Pohon Kendal adalah hal yang sangat erat sekali hubungannya.

Baca Juga: Rangkuman Asal Usul Demak Jawa Tengah, Kisah Raden Fatah dan Sunan Ampel

Kendali Rangah adalah kendali kuda dan membuatnya di bawah pohon besar sehingga orang mengenal kendali rangah dan pohon rindang tempat membuat kendalirangah tersebut sehingga orang-orang lebih mengenal kalau pesan kendalirangah dengan ancer-ancer pohon rindang di ujung Korowelang dan sampai sekarang pohon tersebut dinamakan pohon Kendal karena orang tahu kalau pesan kendalirangah ya d lokasi pohon rindang tersebut .

Itu adalah sekilas tentang Kendali Rangah dan Pohon Kendal. Sampai saat ini Pohon Kendal tersebut tinggal satu pohon yang sudah sangat tua dan kropos berlubang disebelah Makam Eyang Senthongdirodjo dan Eyang Siti Ba’ilah.

Eyang Senthongdirodjo dan Eyang Siti Bailah dibunuh dan dikeroyok oleh Tentara Belanda. Dibunuh dengan cara apapun tidak bisa maka akhirnya diracuni makananya oleh tentara Belanda sehingga keduanya mati di Tahun 1817 Masehi dan dimakamkan di Kuburan Kupu Tarung Korowelangkulon.

Baca Juga: Sejarah Asal Usul Desa Kubangjero Banjarharjo Brebes, Terkenal Para Pendekar yang Mempunyai Kekuatan Berperang

Pada saat itu seorang ulama besar dengan sebutan Waliyullah yaitu Wali / Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus berkelana ke wilayah Ujung Korowelang yang merupakan sarang penjajah Belanda dan tempat berlabuhnya Kapal, perahu Belanda yang masuk di Pantai Ujung Korowelang. Bubak alas diwilayah Desa Pidodowetan diserahkan kepada Pangeran Joko Thole atau sebutan lain adalah Pangeran Wongsoredjo bin Bambang Lelono yang merupakan anak angkatnya Eyang Senthongdirodjo.

Adapun rumah Pangeran Joko Thole adalah di ujung Korowelang yang sekarang adalah Desa Korowelangkulon sedangkan makamnya ada di Tengah Kali Bodri yang dulunya adalah wilayah Desa Widodol atau Desa Pidodowetan, Klangenan Tegal yang berbatasan dengan Desa Wonosari Tegal dan Korowelang Kulon dan Korowelang Wetan yang sekarang bernama Desa Kumpulrejo.

Sedangkan petilasan Pangeran Joko Thole berada di sebelah Makam lama di Dusun Pidodo (berada ditengah kebun / sebelah selatan makam lama)

Baca Juga: Sekilas Desa Sambeng Bantarbolang Pemalang, Kisah Mbah Simpen yang Berjasa Melawan Penjajah Belanda

Dalam Alkisah ada seorang janda/rondho yang berjualan ikan di bawah pohon rindang dan janda tersebut dulunya miskin kemudian menjadi sangat kaya dan saat itu bertemu dengan Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus. Janda tersebut meminta sabda dari wali supaya diberikan kekayaan yang berlimpah dan dituruti oleh waliyullah dimaksud. Namun Janda/Rondho penjual ikan tersebut masih kurang puas dengan kekayaannya.

Maka disabdalah janda tersebut kalau mau dengan kekayaan yang berlimpah maka jualan di bawah pohon/dodol ning wit sampai akhirnya seorang janda tersebut  akhirnya meninggal dengan cara dadanya nempel di wit / pohon tersebut dan dinamakan Widodol dan sekarng terkenal dengan nama Pidodowetan. Dan Pohon tersebut diberinama Pohon Pidodo yang buahnya mirip dengan susu seorang perempuan.

Waliyullah Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus  akhirnya kalau ke Ujung Korowelang sering mampir ke Musholla yang dibangun di pinggir Kali Bodri—Kali Sampir untuk sholat yang sekarang menjadi Masjid Al Mustofa Desa Pidodowetan.

Baca Juga: Sejarah Desa Kramat Pemalang, Kisah Pangeran Aryadiningrat Memerangi VOC

Setelah Pangeran Joko Thole beristri dan istrinya di bawa lari dan diperistri oleh Eyang Plelen dengan ajian pusaka Jaran Goyang maka Pangeran Wongsorejo alias Joko Thole marah dan minta petunjuk Eyang Senthongdirodjo bagaimana caranya bisa membunuh Eyang Plelen.

Karena Eyang Plelen sangat ampuh dan kuat dan mempunyai kelemahan di Kaki ( telapak kaki ) Maka diberi petunjuk dengan cara membawa duri dan ditusukkan di telapak kakinya. Dan saat itu eyang plelen meloncat maka dengan sigap Pangeran Joko Thole menusukan duri ketelapak kaki Eyang Plelen dan mati. Dan sampai sekarang dijadikan nama Weleri.

Berkembangnya waktu dari tahun ketahun maka Joko Thole dan Eyang Senhong dirodjo kedatangan tamu seorang sayid dan minta ijin masuk wilayahnya dan akan mengembangkan agama Islam di Ujung Korowelang tepatnya di Desa Widodol yang sekarang adalah Desa Pidodowetan.

Baca Juga: Asal Usul Nama Widuri Pemalang, Kisah Cinta Sepasang Suami Istri Pedaringan

Dia adalah Mbah Mustofa dan Mbah Ilyas. Maka Musholla yang kecil dan sering kebanjiran bila Kali Bodri meluap itu akhirnya diserahkan oleh Mbah Mustofa dan Mbah Ilyas untuk tempat mengaji, sholat dan mengembangkan syiar agama islam.

Kemudian diadakan perjanjian antara Eyang Senthongdirodjo, Pangeran Joko Thole (Pangeran Wongsoredjo) dengan Mbah Mustofa dan diberikanlah Tanah, rumah, Mushola dan rumah untuk rumah tinggal.

Dengan demikian akhirnya dilanjutkan oleh Mbah Mustofa. Beliau adalah ulama yang tegas dan pemberani dalam mengembangkan agama islam di Desa Pidodowetan dan menikah dengan sayid dari Pakistan yang tidak mempunyai seorang putra.

Baca Juga: Asal Mula Desa Penggarit Pemalang, Sebuah Kisah Pangeran Benowo yang Goreskan Pusakanya Disebuah Pohon

Eyang Senthongdirodjo mempunyai istri yang bernama Eyang Siti Ba’ilah bt Karso dan mempunyai keturunan 12 anak laki-laki diantaranya adalah Eyang Ali Mudro, Eyang Ali Syahbanar, Eyang Ali Mustofa.

Eyang Senthongdiradja dan Eyang Siti Ba’ilah dan anaknya cucunya yaitu Eyang Ali Syahbanar, Ali Khasan dimakamkan di Makam/ Kuburan Kupu Tarung Desa Korowelangkulon. Eyang Ali Mudro dimakamkan di Belakang Masjid Kaliayu ( dulunya adalah padepokan kanuragan).***

Editor: DR Yogatama

Tags

Terkini

Terpopuler