Sejarah Asal Usul Nama Kota Salatiga Jawa Tengah, Ada Hubungan Erat dengan Bupati ke 2 Kota Semarang

- 25 Maret 2023, 12:23 WIB
Kota Salatiga
Kota Salatiga /FB Salatiga My City/

PORTAL BREBES – Sejarah kisah asal usul mula nama Kota Salatiga, Jawa Tengah, berhubungan erat dengan Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Bupati ke-2 Kota Semarang.

Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sunan Bayat atau Sunan Tembayat. Saat zaman Kesultanan Demak masih berkuasa penuh di Jawa Tengah, Kabupaten Semarang termasuk dalam wilayah kesultanan.

Dilansir dari laman bbgpjabar.kemdikbud.go.id, Kabupaten Semarang dipimpin oleh Ki Ageng Pandanaran. Ki Ageng Pandanaran merupakan seorang pedagang yang kaya raya. Namun seiring berjalannya waktu, Ki Ageng Pandanaran malah sibuk memperkaya dirinya sendiri, sampai melupakan kesejahteraan dan keamanan rakyatnya.

 Baca Juga: Sekilas Benteng Pendem Cilacap Jawa Tengah, Sebuah Aset Bangunan Kuno yang Berada di Ujung Timur Teluk Penyu

Menurut kabar, Sunan Kalijaga yang pada saat itu merupakan penasehat Sultan Demak. Ia berniat untuk mengingatkan Ki Ageng Pandanaran dengan cara menyamar menjadi seorang penjual rumput. Suatu hari, Sunan Kalijaga mendatangi Ki Ageng Pandanaran. Ia berpura-pura menawarkan rumput. Ki Ageng setuju membeli rumput tersebut tapi dengan harga murah. Sunan Kalijaga menolaknya dengan alasan harganya terlalu murah.

Ki Ageng Pandanaran tidak terima. Ia merasa tersinggung dengan penolakan Sunan Kalijaga. Ia sangat marah kemudian mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga berkata pada Ki Ageng Pandanaran bahwa ada cara lebih baik untuk mencari kekayaan daripada menimbun harta yang seharusnya menjadi hak rakyat.

“Wahai Pak Bupati terhormat, daripada menimbun harta milik rakyat, ada cara lain lebih terhormat untuk mencari harta kekayaan.” Kata Sunan Kalijaga.

“Memangnya siapakah kamu? Sampai berani menceramahiku?” kata Bupati Semarang.

 Baca Juga: Versi Lain Asal Usul Cilacap Jawa Tengah Jaman Penjajahan, Van de Moore Usulkan ke Pemerintah Hindia Belanda

“Pinjami saya cangkul untuk menunjukkan cara mencari harta.” Jawab Sunan Kalijaga.

Ki Ageng Pandanaran kemudian memberikan cangkul pada Sunan Kalijaga. Segera Sunan Kalijaga mencangkul tanah di depannya. “Prak.” Terdengar suara cangkul mengenai sebuah benda keras. Setelah benda itu diambil, ternyata itu adalah bongkahan emas.

Ki Ageng Pandanaran merasa kaget menyaksikan kejadian tersebut. Ia kemudian melihat baik-baik wajah si penjual rumput. Ia berusaha menebak-nebak siapa sebenarnya si penjual rumput. Setelah mengamati agak lama, Ki Ageng tersentak kaget ketika menyadari bahwa si penjual rumput adalah Sunan Kalijaga.

Segera ia bersimpuh meminta maaf pada Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dengan bijaksana memaafkannya. Ia meminta beliau agar kembali memimpin Kabupaten Semarang dengan benar. Sunan Kalijaga kemudian meninggalkan Ki Ageng Pandanaran.

 Baca Juga: Sejarah Asal Usul Desa Sengon Brebes, Kisah Seorang Ulama yang Menyebarkan Agama Islam

Sepeninggal kejadian tersebut, Ki Ageng menjadi merasa bersalah. Ia sangat malu telah menumpuk kekayaan dengan jalan tidak benar. Ia kemudian memutuskan melepaskan jabatannya sebagai Bupati Semarang. Untuk menebus kesalahannya, Ia akan mengikuti jejak Sunan Kalijaga menjadi seorang penyiar agama dengan mendirikan sebuah pondok pesantren di Gunung Jabaikat.

Nyai Ageng yang mengetahui rencana suaminya, menyatakan akan mengikuti jejak Ki Ageng. Ki Ageng Pandanaran menyetujui keinginan Nyai Ageng dengan syarat tidak boleh membawa harta benda.

Tibalah saat keberangkatan Ki Ageng dan Nyai Ageng ke Gunung Jabaikat untuk membangun pondok pesantren. Sebelum berangkat, Nyai Ageng sibuk mengumpulkan perhiasan untuk ia bawa. Ia menyimpannya ke dalam tongkat bambu. Karena menunggu lama, akhirnya Ki Ageng Pandanaran berangkat terlebih dahulu ke Gunung Jabaikat.

 Baca Juga: Rangkuman Sejarah Asal Usul Kendal Jawa Tengah, Ada yang Menyebutkan berasal dari Pohon Kendal

Tidak lama kemudian, setelah selesai mengumpulkan perhiasan untuk dibawa ke Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera berangkat menyusul Ki Ageng Pandanaran. Tapi sial, di tengah perjalanan muncul tiga orang perampok memaksanya untuk menyerahkan semua perhiasan dalam tongkat bambu yang dibawa oleh Nyai Ageng. Karena tidak mempunyai pilihan lain, Nyai Ageng pun menyerahkan semua perhiasan yang ia bawa kepada paraperampok. Ia segera bergegas pergi menyusul suaminya di Gunung Jabaikat.

Sesampainya di Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera menceritakan perampokan yang dialaminya. Ki Ageng Pandanaran kemudian menasehati istrinya agar jangan terlalu serakah dengan harta. Ia meminta istrinya menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran. Ki Ageng kemudian mengatakan bahwa di tempat istrinya dihadang oleh ketiga perampok tersebut kelak akan bernama Salatiga, yang berarti tiga orang bersalah.***

Editor: DR Yogatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x