Sejarah dan Syiar Mbah Bujang di Wilayah Kemandungan Tegal

- 4 Desember 2022, 22:05 WIB
Ilustrasi Raden Bunawa saat bertemu dengan Sunan Panggung
Ilustrasi Raden Bunawa saat bertemu dengan Sunan Panggung /Sari

Wargapun menyetujui, namun dengan syarat Raden Bunawa harus tetap tinggal di Kemiri Wetan.

Baca Juga: Luar Biasa! 2 Rempah ini Mampu Usir 5 Penyakit Sekaligus

Dalam menjalani kehidupannya di Kemiri Wetan, Raden Bunawa tetap melakukan syiar, agar warga di dusun tersebut bisa memiliki perilaku yang lebih baik. Ia pun teringat pesan dari guru pertamanya, Sunan Gunung Jati untuk benar-benar menyebarkan agama kebajukan kepada seluruh orang yang ditemuinya.

Pada saat menerima pesan tersebut, Raden Bunawa sangat emosional hingga keluarlah ucapan sumpah bila ia tidak akan menikah sebelum tuntas menyebarkan syiar agama.

Hingga akhir hayatnya Raden Bunawa memang tidak menikah, yang artinya warga daerah syiarnya belum seluruhnya mengimani Islam.

Raden Bunawa mangkat dan dimakamkan di daerah ngurawan Kemiri Wetan, yang sekarang bernama Kemandungan. Nama Kemandungan sendiri adalah pemberian dari jaman Adipati Martoloyo ketika beliau mendirikan sebuah Kraton di sebelah utaranya, bernama Kraton Pudak Sipayung.

Baca Juga: Sebelum Purna Tugas, Bupati Brebes Resmikan RPU Modern

Kemandungan menurut arsitek kuno adalah tempat berkumpulnya atau menunggunya rakyat yang akan menghadap raja.

Raden Bunawa oleh masyarakat setempat diberi gelar Mbah Bujang. Bujang sendiri berarti perjaka atau tidak menikah, karena sampai wafatnya Raden Bunawa memang tidak menikah.***

Halaman:

Editor: Dewi Prima Mayasari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x