Dalam Skala Tertinggi Pun, Gas Air Mata Disebut Tidak Mematikan oleh Para Ahli

- 11 Oktober 2022, 21:35 WIB
ilustrasi gas air mata
ilustrasi gas air mata /Istimewa/

PORTAL BREBES - Polemik penggunaan gas air mata yang dianggap mematikan dalam penanganan kerusuhan suporter di stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu, bertentangan dengan pendapat para ahli.

Menurut Sven-Eric Jordt, seorang ahli dari Universitas Duke, menyebut meskipun memberikan dampak seperti sensasi terbakar, namun tidak membawa dampak yang mematikan.

Dia menjelaskan bahwa gas air mata sendiri sebenarnya bukan merupakan gas. Itu adalah bubuk yang mengembang ke udara sebagai kabut halus.

Baca Juga: Identitas Perusak di Luar Stadion Kanjuruhan Telah Dikantongi Polisi, Pelaku Diminta Serahkan Diri

Melansir dari Scientific American, gas air mata memiliki senyawa kimia untuk mengaktifkan TRPA1 dan TRPV1 berbeda. Dengan kata lain, gas air mata bisa dibagi menjadi dua kelompok sesuai komponen senyawa kimia penyusunnya.

Salah satu agen yang mampu mengaktifkan reseptor TRPA1 adalah 2-chlorobenzalmalonitrile atau gas CS. Agen ini adalah senyawa kimia yang mengandung klor dan bertiup ke udara sebagai partikel halus.

"Mereka sebenarnya tersebar dengan membakar dan menempel pada kulit atau pakaian dan dapat bertahan untuk sementara waktu," kata Jordt.

Baca Juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan, Konser Slank di Stadion Yos Sudarso Tegal Batal Digelar, Lokasi Dialihkan Ke PAI

Dengan kata lain, zat tersebut bereaksi secara kimia dengan biomolekul dan protein pada tubuh manusia yang dapat menyebabkan sensasi terbakar.

Meskipun ada rasa sensasi terbakar yang cukup parah, tapi agen ini tidak mematikan. Selain gas CS, belakangan ini ada agen lain yang digunakan untuk mengaktifkan reseptor TRPA1, yaitu gas CR (dibenzoxazepine) dan gas CN (kloroasetofenon). Keduanya pula dapat memberikan efek lebih kuat dibanding gas CS.

Halaman:

Editor: DR Yogatama

Sumber: Humas Polres Pemalang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah