PORTAL BREBES - Prang! Tiba-tiba saja kaca pecah dari salah satu ruang kelas Sekolah Dasar Muhammadiyah Karanganyar saat jam istirahat berlangsung. Terdengar riuh anak-anak saling menyalahkan. Guru-guru mulai berdatangan dan menginterogasi para siswa di lokasi.
“Ini terjadi karena tidak ada pendampingan. Kebetulan jam istirahat. Biasanya ada yang main sepak bola di kelas,” kata Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah Karanganyar Kabupaten Tegal, M Sukmawanto, kemarin.
Meskipun sudah berulang kali diperingatkan, anak berpotensi melanggar ketika ada celah untuk mereka melakukannya.
Kenakalan pada anak-anak, katanya, sebetulnya adalah hal serius yang perlu disikapi sejak dini.
Ia tak sepakat jika ada orang yang menganggap enteng kenakalan anak sebagai sesuatu yang lumrah. “Saya tidak setuju kalau ada anak nakal lalu dibilang, namanya juga anak-anak.”
Kenakalan termasuk didalamnya ada unsur perundungan, ia tak memungkiri hal itu juga pernah terjadi di sekolahnya.
Seperti menyembunyikan sepatu teman sekolahnya atau menyuruh teman membawakan barang milik orang lain.
Masalahnya, kata dia, ternyata banyak anak-anak tidak paham bahwa yang dilakukan mereka merupakan perundungan.
Melihat hal itu, secara konsisten, sekolah terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya bullying dengan melibatkan banyak pihak. Selain pelaku yaitu anak-anak itu sendiri, kemudian guru, sekolah juga membutuhkan peran serta wali murid. “Karena masalah ini sangat kompleks.”
Baca Juga: Tarif Obyek Wisata PAI Tegal Kategori Bulanan dan Sewa Lapak Juga Ikut Naik, Ini Penjelasannya
Orang tua, lanjutnya, tidak bisa melimpahkan penyelesaian masalah perundungan hanya kepada sekolah, karena pengawasan di sekolah sifatnya terbatas.
Anak-anak justru lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dibandingkan di sekolah, sehingga orang tua juga berperan penting dalam mengatasi hal itu.
Kasus bullying di Tasikmalaya yang juga menyita perhatiannya, seharusnya bisa dihindari jika semua pihak terlibat mengantisipasi sejak dini.
Baca Juga: Dongkrak PAD, Tarif Masuk Obyek Wisata PAI Tegal Naik Per 1 Agustus 2022, Ini Penjelasannya
“Ini contoh saja. Di sekolah sudah diterapkan tidak boleh membawa hape, tetapi di rumah bermain hape."
Padahal, melihat banyak kasus, kenakalan anak-anak terjadi karena mereka terpapar hal negatif dari konten-konten media sosial yang diakses melalui ponsel. Artinya di rumahpun butuh pendampingan orang tua ketika bermain gadget.
Sukmawanto melanjutkan ketika pada akhirnya terjadi perundungan, penyelesaian kasus perundungan juga membutuhkan pendekatan yang pas.
Ia tak setuju jika perundungan cukup diselesaikan dengan hukuman seperti skorsing. Ia lebih mengutamakan pendekatan persuasif seperti pertanggungjawaban si pelaku. Contohnya meminta maaf secara langsung kepada korban.
Kemudian sekolah juga secara berkala mengamati bahasa tubuh anak-anak didiknya yang bisa jadi merupakan korban perundungan. Anak-anak yang mengalami perundungan umumnya menjadi pendiam, pemalu dan menarik diri dari teman-temannya. Dan itu diperlukan penanganan khusus.
Sukmawan yang juga aktif membina anak-anak punk dan anak-anak bermasalah, menambahkan pendekatan psikologis berdasarkan usia dinilai lebih efektif menekan kenakalan pada anak.
Pendekatan psikologis berdasarkan usia disesuaikan rentang usia anak yaitu usia balita, 5 -12 tahun, kemudian remaja hingga dewasa. Pada anak-anak balita, guru dan orang tua harus berupaya memasuki dunia anak dengan menjadi bagian dari anak-anak.
Baca Juga: Begini Kronologi Penembakan Istri TNI dan Berakhirnya Pelarian Kopda M Sang Dalang Pembunuhan
Pada usia 5- 12 tahun, diterapkan sikap teladan agar anak-anak mencontoh apa yang dilihatnya. Sedangkan memasuki remaja, pendekatan partner atau sebagai teman diskusi lebih cocok digunakan. ***