Ringkasan Sejarah Desa Gringgingsari Batang, Dimulai dari Kisah Kedatangan Ki Mondroguno

17 April 2023, 11:00 WIB
potret sekilas Desa Gringgingsari Batang /

PORTAL BREBES – Desa Gringgingsari merupakan salah satu desa di Kabupaten Batang.

Desa Gringsingsari juga memiliki sejarah yang wajib diketahui bagi warga masyarakat sekitar yang berdomisili dilokasi setempat.

Dilansir dari laman Pemdes Desa Gringsingsari, berdasarkan riwayat, cerita-cerita dari para sesepuh yang kami terima, bahwa desa Gringgingsari dahulunya bernama Karangsirno yakni orang yang pertama kali bermukim dan babad alas adalah Ki Mondroguno beserta istri, atau masyarakat sekarang lebih mengenal dengan sebutan Kyai Ageng Gringgingsari dan Nyai Ageng Gringgingsari.

Baca Juga: Sejarah Desa Mejagong Kecamatan Randudongkal Pemalang

Dari masa ke masa jumlah penduduk menjadi semakin banyak akhirnya menjadi pemukiman penduduk dan dinamakan desa Karangserno, menurut sejarah pitutur kira kira generasi ke 10 dari Ki Mondroguno atau yang di kenal dengan sebutan Kyai Ageng Gringgingsari kedatangan Syeh Sayid Abdurohman Sunan Kajoran, yaitu pada masa Mbah Wongsogati II.

Adapun mbah Wongsogati II adalah putra dari Mbah Bromogati dan cucu dari mbah Wongsogati I, saat itu masyarakat Karangserno memeluk agama Hindu .

Pada waktu dipimpin oleh mbah Wongsogati II yaitu perkiraan tahun 1677 M desa Karangsirno dilanda musibah, yaitu sejenis penyakit yang dinamakan penyakit to’un (PAGEBLUG) dengan gejala pagi sakit sorenya meninggal. Banyak warga desa yang meninggal akibat serangan penyakit tersebut.

Baca Juga: Sejarah Desa Bantarwaru Kecamatan Bantarkawung Brebes

Sudah banyak cara yang dilakukan untuk meredam penyakit tersebut namun belum juga berhasil. Akhirnya selaku pemimpin yang merasa bertanggungjawab kepada warganya, mbah Wongsogati II pergi ke luar desa atau disebut dengan NGAYAM ALAS, dengan tujuan untuk mencari seseorang yang bisa menanggulangi wabah penyakit yang sedang melanda desanya.

Banyak pertapa dan penembahan sakti yang di temui beliau namun belum ada yang mampu mengobati penyakit yang menimpa desanya. Mbah wongsogati tidak putus asa menyusuri dari hutan ke hutan untuk mencari obat bagi desanya.

Suatu hari dalam rangkaian NGAYAM ALAS (perjalanan keluar desa / mengembara) Mbah Wongsogati II berjalan menyusuri  sungai yang bernama kalikupang, tibalah beliau di sebuah tempat ditepi sungai kali kupang dimana ada tebing tinggi menjulang kurang lebih 6 M tingginya, di tebing tersebut terdapat sebuah lobang mirip gua.

Baca Juga: Asal Mula Desa Gemuhblanten Kendal, Kisah Raden Burhan, Putra Seorang Saudagar Kaya Asal Banyumas

Di situ beliau Melihat dua orang yang sedang duduk di lobang gua tersebut, Mbah Wongsogati II pun heran karena jarak gua itu dengan tepi sungai sangat tinggi, mustahil orang biasa dapat naik ke atas.

Hal ini yang membuat Mbah Wongsogati II yakin bahwa dua orang yang dilihatnya bukan orang sembarangan, dua orang itu nampak duduk tenang dan melafalkan kalimat – kalimat asing bagi mbah Wongsogati II.

Beliau menunggu kedua orang tersebut. Setelah mereka selesai berdzikir kemudian beliau menghampiri keduanya dan menyapanya. Dan akhirnya mereka bertiga saling memperkenalkan diri. Keduanya masing-masing bernama Pangeran Kajoran dan Pangeran Trunojoyo.

Baca Juga: Berdirinya Desa Gebang Kendal, Kisah Onggorese yang Utus Kyai Gebang Untuk Lakukan Ini

Kemudian mbah Wongsogati II menyampaikan isi hatinya, yaitu tentang musibah yang sedang melanda desanya. Diakhir cerita beliau bertanya apakah mereka berdua bisa untuk mengatasi wabah penyakit tersebut.

Pangeran Kajoran menjawab “YEN GELEM MELU, AKU TAK TAMBANI”, dengan maksud yaitu Pangeran Kajoran bersedia menyembuhkan penyakit yang melanda desa Karangserno jika mereka bersedia untuk memeluk agama Islam dengan sukarela.

Demi kesembuhan penyakit tersebut mbah Wongsogati II bersedia untuk mengajak warga desanya memeluk agama Islam asalkan desa Karangsirno terbebas dari wabah yang sedang melanda. Akhirnya mereka bertiga saling punya janji atau tanggungan. Maka tempat tersebut dinamakan “KEDUNG SINANGGUNG “

Baca Juga: Inilah Desa Galih Kendal, Berikut Kisah Sejarah dan Asal Usulnya

Selanjutnya mereka berangkat pergi menuju desa Karangsirno. Sampai di suatu tempat Pangeran Kajoran bertanya di manakah letak desa Karangsirno.

Kemudian mbah Wongsogati II menunjukan suatu tempat yang terlihat jauh di arah selatan. Mereka memandang  ( nyawang ) tempat yang ditunjukan oleh mbah Wongsogati II.

Akhirnya tempat tersebut dinamakan “ KETAWANG “ yang berarti tempat untuk nyawang / memandang, adapun dukuh Ketawang sekarang masuk wilayah Desa Gringgingsari.

Baca Juga: Sekilas Sejarah Desa Tegorejo Kendal, Dikenal sebagai Desa Jaman Pemerintah Hindia Belanda

Setelah sampai di desa Karangsirno mbah Wongsogati II mengumpulkan warganya Lalu memperkenalkan Pangeraan Kajoran dan Pangeran Trunojoyo kepada mereka.

Warga diberi penjelasan bahwa Pangeran Kajoran sanggup untuk ngusadani desa Karangsirno bisa pulih kembali asalkan warganya bersedia untuk memeluk agama Islam secara sukarela. Masyarakat sepakat. Akhirnya masyarakat dibai’at dengan membaca dua kalimah syahadat oleh mbah Pangeran Kajoran untuk masuk agama Islam.

Masyarakat diajak untuk menyembah Allah, dan meninggalkan sesembahan yang lama yaitu agama Hindu. Diajak berdo’a kepada Allah agar wabah penyakitnya sirna. Atas izin Allah akhirnya desa Karangsirno terbebas dari wabah penyakit yang selama ini melanda dan sudah memakan banyak korban.

Baca Juga: Asal Usul Desa Pucangrejo Kendal, Kisah Penggabungan Dua Desa di Tahun 1923

Dan masyarakatnya juga sudah hidup dalam suasana yang baru yaitu kehidupan yang Islami berkat hidayah dari Allah dengan perantara Syekh Sayid  Abdurrrahman atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Kajoran.

Desa Karangserno dirubah menjadi desa Gringgingsari, nama ini diambil dari tempat berkumpulnya warga Karangserno yaitu di bawah pohon Jaran/Gringging pohon tersebut sekarang sudah tidak ada namun lokasinya di RT 1 RW 1, hal ini menjadi rujukan bila ada warga yang sakit tidak sembuh maka nama yang bersangkutan dirubah.

Adapun doa yang di baca oleh Syekh Sayid  Abdurrrahman Sunan Kajoran adalah doa yang biasa di baca ketika kegiatan “panjang jimat” yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Gringgingsari satu tahun sekali pada tanggal 12 Robiul Awal dan sholawat yang disukai oleh Syekh Sayid  Abdurrrahman Sunan Pangeran Kajoran adalah Sholawat Nurul Anwar.

Baca Juga: Sejarah Legenda Desa Pekuncen Kendal, Kisah Pangeran Benowo yang Sebarkan Agama Islam

Demikianlah ringkasan sejarah Desa Gringsingsari Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah.***

Editor: DR Yogatama

Tags

Terkini

Terpopuler