Adapun terkenal dengan Sebutan Lebe Kedawung, Karena Pada waktu itu beliau menjabat sebagai Lebe/Pengulu di Keraton mataram.
Kemudian dari cerita tutur juga di ceritakan bahwa Desa Dawungsari pada waktu itu tidaklah seluas sekarang.
Karena Wilayah Dawungsari Pada waktu itu hanyalah Di Wilayah Krajan Dan sebagian tegalsari.Adapun Jonggolan dan Tegalsari sebagian pada waktu itu masuk wilayah Perboan kidul dibawah Komando Pangeran Jonggol, Beliau adalah pengawal Setia Panglima proboan dari mataram.
Desa Dawungsari yang dipimpin oleh Lurah/Demang yang bernama Mintorejo di sekitar tahun 1830 yang berkantor di rumah kediamanya Desa Dawungsari yang sekarang tepatnya di wilayah dusun Krajan Rt.01 Rw. II
Desa Jonggolan yang dipimpin oleh Lurah/Demangyang bernama Mbah Demang Waliya sekitar tahun 1830 yang berkantor di rumah kediamanya Desa Jonggolan yang sekarang tepatnya di wilayah dusun Jonggolan Rt.03 Rw.I
Kedua Tokoh Lurah Mintorejo Lura Mbah Waliyah sangat begitu mendambakan persatuan yaitu bersatunya para penduduk Desa Dawungsari dan Desa Jonggolan agar dapat hidup tentram dan makmur dalam satu desa yang kuat.
Dengan pemikiran dan pengorbanan yang besar dari para tokoh lurah dalam memperjuangkan Rakyatnya, mengingat pada saat itu dari masing-masing Desa areal sawahnya sangat tandus karena tidak adanya saluran pengairan untuk mengaliri sawah sebagai matapencaharian para petani untuk bercocok tanam padi sebagai makanan pokok disamping petani banyak sekali warganya yang bekerja sebagai pemelihara sapi, sehingga dari dulu desa ini dikenal dengan Gerobak. Sapinya yang digunakan sebagai armada angkutan barang.
Lahirnya atau berdirinya Nama Desa Dawungsari mengandung arti yaitu dengan harapan kelak Desa Dawungsari menjadi desa yang terhormat dengan semua warga penduduknya dapat hidup makmur, sehat, dan berkecukupan.