Suatu hari dalam rangkaian NGAYAM ALAS (perjalanan keluar desa / mengembara) Mbah Wongsogati II berjalan menyusuri sungai yang bernama kalikupang, tibalah beliau di sebuah tempat ditepi sungai kali kupang dimana ada tebing tinggi menjulang kurang lebih 6 M tingginya, di tebing tersebut terdapat sebuah lobang mirip gua.
Baca Juga: Asal Mula Desa Gemuhblanten Kendal, Kisah Raden Burhan, Putra Seorang Saudagar Kaya Asal Banyumas
Di situ beliau Melihat dua orang yang sedang duduk di lobang gua tersebut, Mbah Wongsogati II pun heran karena jarak gua itu dengan tepi sungai sangat tinggi, mustahil orang biasa dapat naik ke atas.
Hal ini yang membuat Mbah Wongsogati II yakin bahwa dua orang yang dilihatnya bukan orang sembarangan, dua orang itu nampak duduk tenang dan melafalkan kalimat – kalimat asing bagi mbah Wongsogati II.
Beliau menunggu kedua orang tersebut. Setelah mereka selesai berdzikir kemudian beliau menghampiri keduanya dan menyapanya. Dan akhirnya mereka bertiga saling memperkenalkan diri. Keduanya masing-masing bernama Pangeran Kajoran dan Pangeran Trunojoyo.
Baca Juga: Berdirinya Desa Gebang Kendal, Kisah Onggorese yang Utus Kyai Gebang Untuk Lakukan Ini
Kemudian mbah Wongsogati II menyampaikan isi hatinya, yaitu tentang musibah yang sedang melanda desanya. Diakhir cerita beliau bertanya apakah mereka berdua bisa untuk mengatasi wabah penyakit tersebut.
Pangeran Kajoran menjawab “YEN GELEM MELU, AKU TAK TAMBANI”, dengan maksud yaitu Pangeran Kajoran bersedia menyembuhkan penyakit yang melanda desa Karangserno jika mereka bersedia untuk memeluk agama Islam dengan sukarela.
Demi kesembuhan penyakit tersebut mbah Wongsogati II bersedia untuk mengajak warga desanya memeluk agama Islam asalkan desa Karangsirno terbebas dari wabah yang sedang melanda. Akhirnya mereka bertiga saling punya janji atau tanggungan. Maka tempat tersebut dinamakan “KEDUNG SINANGGUNG “
Baca Juga: Inilah Desa Galih Kendal, Berikut Kisah Sejarah dan Asal Usulnya