Maka disabdalah janda tersebut kalau mau dengan kekayaan yang berlimpah maka jualan di bawah pohon/dodol ning wit sampai akhirnya seorang janda tersebut akhirnya meninggal dengan cara dadanya nempel di wit / pohon tersebut dan dinamakan Widodol dan sekarng terkenal dengan nama Pidodowetan. Dan Pohon tersebut diberinama Pohon Pidodo yang buahnya mirip dengan susu seorang perempuan.
Waliyullah Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus akhirnya kalau ke Ujung Korowelang sering mampir ke Musholla yang dibangun di pinggir Kali Bodri—Kali Sampir untuk sholat yang sekarang menjadi Masjid Al Mustofa Desa Pidodowetan.
Baca Juga: Sejarah Desa Kramat Pemalang, Kisah Pangeran Aryadiningrat Memerangi VOC
Setelah Pangeran Joko Thole beristri dan istrinya di bawa lari dan diperistri oleh Eyang Plelen dengan ajian pusaka Jaran Goyang maka Pangeran Wongsorejo alias Joko Thole marah dan minta petunjuk Eyang Senthongdirodjo bagaimana caranya bisa membunuh Eyang Plelen.
Karena Eyang Plelen sangat ampuh dan kuat dan mempunyai kelemahan di Kaki ( telapak kaki ) Maka diberi petunjuk dengan cara membawa duri dan ditusukkan di telapak kakinya. Dan saat itu eyang plelen meloncat maka dengan sigap Pangeran Joko Thole menusukan duri ketelapak kaki Eyang Plelen dan mati. Dan sampai sekarang dijadikan nama Weleri.
Berkembangnya waktu dari tahun ketahun maka Joko Thole dan Eyang Senhong dirodjo kedatangan tamu seorang sayid dan minta ijin masuk wilayahnya dan akan mengembangkan agama Islam di Ujung Korowelang tepatnya di Desa Widodol yang sekarang adalah Desa Pidodowetan.
Baca Juga: Asal Usul Nama Widuri Pemalang, Kisah Cinta Sepasang Suami Istri Pedaringan
Dia adalah Mbah Mustofa dan Mbah Ilyas. Maka Musholla yang kecil dan sering kebanjiran bila Kali Bodri meluap itu akhirnya diserahkan oleh Mbah Mustofa dan Mbah Ilyas untuk tempat mengaji, sholat dan mengembangkan syiar agama islam.
Kemudian diadakan perjanjian antara Eyang Senthongdirodjo, Pangeran Joko Thole (Pangeran Wongsoredjo) dengan Mbah Mustofa dan diberikanlah Tanah, rumah, Mushola dan rumah untuk rumah tinggal.
Dengan demikian akhirnya dilanjutkan oleh Mbah Mustofa. Beliau adalah ulama yang tegas dan pemberani dalam mengembangkan agama islam di Desa Pidodowetan dan menikah dengan sayid dari Pakistan yang tidak mempunyai seorang putra.