Jadi untuk mencari uang, seorang Gubernur Jenderal berusuh untuk memberlakukan tanam paksa. Ladang rempah dan padi dipakai untuk menanam hasil tani ekspor yang laku di Eropa.
Baca Juga: Asal Usul Desa Maron Kecamatan Garung Wonosobo, Konon Penduduknya Sering Berpindah Tempat
Hampir seluruh sawah di Jawa Tengah dipaksa untuk menanam tebu. Sebabnya, bertahun-tahun rakyat kelaparan karena kehilangan makanan pokoknya, nasi.
Sehingga mereka harus bertahan hidup dengan menggunakan air perasan tebu untuk memasak. Inilah kenapa warga Jawa Tengah lebih terbiasa dan gemar akan rasa manis.
Setelah tanam paksa dicabutpun, produksi gula nggak berhenti. Swasta Belanda dan sultan-sultan dari Keraton Solo dan Yogyakarta mengambil alih pabrik dan ladang tebu.
Baca Juga: Cerita Rakyat Tegalan : Dulu Ada Cerita Adu Banteng di Desa Ini Setelah Masa Panen Padi
Hal ini bikin Keraton untung berkali-kali lipat, sampai-sampai gaji priyayi yang biasa dibayar dengan tanah diganti jadi hasil ekspor gula.
Seiring waktu, walaupun perselisihan masih ada, pertukaran budaya tetaplah terjadi. Keraton yang sering menerima tamu dari Belanda lama-kelamaan muncul ketertarikan akan kulinernya.
Adapun makanan yang hanya bisa kita dapatkan di restoran Eropa ternyata bisa kita temuin versi lokalnya. Contohnya, Selat Solo atau ini juga dikenal dengan nama Bistik Jawa. Rasanya manis gurih dengan sedikit asam dari saus mustard dan cuka.
Baca Juga: Sejarah dan Makna Hari Lahir Pancasila yang Diperingati Setiap Tanggal 1 Juni