Kepala BKPM Bahlil Lahadila Sebut Pertimbangan Dibukanya Investasi Miras Karena Masukan Masyarakat

- 3 Maret 2021, 06:00 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menjelaskan soal asal muasal masuknya izin investasi minuman keras (miras)/Insgram/@bkpm_id
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menjelaskan soal asal muasal masuknya izin investasi minuman keras (miras)/Insgram/@bkpm_id /

PORTAL BREBES - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menyebutkan bahwa pertimbangan dibukanya izin investasi minuman keras (miras) di empat adalah karena masukan dari pemerintah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal.

Hingga akhirnya investasi miras dibuka di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.

"Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (izin investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal. Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata Bahlil Lahadila seperti dilansir Antara, Selasa 2 Maret 2021.

Baca Juga: Rina Gunawan Meninggal Dunia, Ashanty Sedih Sempat Janji Bantu Pernikahan Aurel

Bahlil menjelaskan itu dalam konferensi pers daring yang mengungkapkan awal mula usul untuk membuka investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol sebelum kemudian lampiran peraturan tersebut dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu dicabut.

Menurut Bahlil, salah satu contohnya adalah Sopi minuman beralkohol khas NTT. Menurut dia, minuman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk kategori terlarang.

"Tetapi itu (Sopi) kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan (dibuka izin investasinya)," katanya.

Contoh lainnya, kata Bahlil lebih, yaitu arak lokal Bali yang berkualitas ekspor.

"Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang, maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat," imbuhnya.

Halaman:

Editor: Marsis Santoso

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x