"Ini kian menegaskan bahwa peniadaan Pilkada 2022 dan 2023 membuat kekuasaan kian terpusat pd satu orang. Kalaupun ada TPA maka tetap Presiden yg mengangkat," cuit Mardani Ali Sera seperti dikutip PortalBrebes.Com, Selasa 16 Maret 2021.
Mardani juga menyebutkan bahwa keputusan itu merupakan bentuk perampasan hak rakyat dalam menentukan kepala daerahnya karena ditentukan oleh pemerintah.
"Hal ini yg dinamakan merampas hak rakyat utk menentukan Kepala Daerahnya diambil oleh Pemerintah," tandas Mardani Ali Sera dalam cuitannya menambahkan.
Padahal, kata Mardani Ali Sera lebih jauh, sebagaimana penjelasan Mendagri Tito Karnavian Pj gubenur ada yang memangku jabatan sampai dua tahun. Karenanya menurut dia, hal itu kian menegaskan pentingnya untuk dilaksanakan Pilkada 2022 dan 2023.
Baca Juga: Sinopsis Drama Kulfi ANTV Rabu 17 Maret 2021 : Chandan Marah pada Kulfi dan Mengusir dari Rumahnya
Baca Juga: Jihan Tak Izinkan Ustaz Syam Poligami, Bahkan Dijadikan Syarat Pra Nikah
Dan untuk itu Fraksi PKS di DPR tetap menuntut agar revisi UU Pemilu dijalankan termasuk penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023.
"Sesuai penjelasan Mendagri diambil oleh Presiden. Untuk masa yg lama hingga ada yg dua tahun. Lalu kian menegaskan pentingnya pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023. @FPKSDPRRI tetap menuntut agar revisi UU Pemilu dijalankan termasuk menyelenggarakan Pilkada 2022 dan 2023," ungkap Mardani Ali Sera lebih jauh.
Senada dengan Mardani Ali Sera, Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Harahap turut mengomentari rencana penunjukan pejabat (Pj) gubernur pada 2022 dan 2023 yang akan diputuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mengetahui Jokowi yang akan menunjuk ratusan Pj gubernur tersebut, Yan Harahap kaget karena tidak percaya.